
Sebagaimana halnya makanan, yang dipergunakan manusia untuk
kelangsungan hidup. Karena seandainya keimanan tidak dipupuk dengan
ilmu, maka ibarat tanaman menjadi layu bahkan hancur.
Sehingga
tidaklah terwujud keberadaan iman seorang kecuali dengan ilmu. Al Imam
Ahmad menyatakan : "Manusia sangat membutuhkan ilmu dari sekedar
menyantap makanan dan minuman; karena makanan dan minuman dibutuhkan
oleh manusia sekali atau dua kali dalam sehari. Sedangkan ilmu ilmu
dibutuhkan setiap saat." (Thobaqot Al Hanabilah 1/147)
Bahkan seluruh makhluk Allah sangat butuh kepada ilmu. Karena tidak akan tegak urusan makhluk kecuali dengan ilmu.
Langit-langit
dan bumi bisa berdiri kokoh adalah dengan ilmu, begitu pula
diturunkannya para rasul dan kitab-kitab-Nya juga dengan ilmu. Serta
tidak akan diketahui perkara halal-haram kecuali dengan ilmu.
Oleh karena itu, kewajiban seseorang dalam menuntut ilmu syar'i berlangsung hingga menjelang wafat.
Sebagaimana Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam senantiasa menyampaikan dakwah dan nasehat hingga menjelang wafat beliau.
Diriwayatkan
oleh Al Hakim di dalam Mustadraknya dan dia berkata : -di atas syarat
dua syaikh- dari hadits Anas radliyallahu'anhu dari Nabi
Shallallahu'alaihi wasallam bahwasanya beliau bersabda : "Dua keinginan
yang tidak pernah merasa puas darinya : "Keinginan terhadap ilmu dan
tidak pernah merasa puas darinya, dan keinginan terhadap dunia dan tidak
pernah merasa puas darinya.
Nabi menjadikan keinginan terhadap
ilmu dan tidak pernah merasa puas darinya sebagai komitmen iman dan
sifat-sifat kaum mukminin. Oleh karena itu para imam kaum muslimin
apabila dikatakan kepada mereka : "Sampai kapan engkau menuntut ilmu?"
maka dia mengatakan : "sampai wafat!"
Nu'aim bin Hammad berkata :
"Aku mendengar Abdullah ibnul Mubarak radliyallahu'anhu berkata -
sekelompok kaum mencelanya karena beliau sering menuntut ilmu hadits.
Maka mereka mengatakan ; "sampai kapan engkau mendegarkan (hadits)? Beliau menjawab : "sampai mati!"
Al
Hasan bin Manshur Al Jashshosh berkata : "Aku mengatakan kepada Ahmad
bin Hambal radliyallahu'anhu : "Sampai kapan engkau akan menulis
hadits?" maka beliau mejawab : "Hingga wafat!"
Abdullah bin
Muhammad Al Baghawi berkata : "Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata :
"Sesungguhnya aku menuntut ilmu sampai masuk ke liang kubur."
Muhammad
bin Isma'il As Shooigh berkata : "Aku tinggal bersama ayahku di
Baghdad, kemudian lewat di hadapan kami Ahmad bin Hambal dalam keadaan
memegang sandal. Lantas ayahku menarik bajunya, dan berkata : "Wahai Abu
Abdillah (panggilan Ahmad bin Hambal), apakah engkau tidak malu! sampai
kapan engkau menuntut ilmu? Beliau menjawab : "sampai mati!"
Demikianlah
beberapa perkataan para ulama yang menerangkan begitu semangatnya
mereka dalam menuntut ilmu. Sehingga mereka mencurahkan waktu dan tenaga
untuk meraih lezatnya ilmu.
Sesungguhnya bagi siapa saja yang
memahami hikmah dibalik perintah menuntut ilmu tersebut niscaya dia
tidak akan pernah menyia-nyiakan waktunya sedikitpun dengan hal-hal yang
tidak bermanfaat. Dia akan merasa rugi tatkala luput dari manisnya
ilmu.
Dia akan memanfaatkan masa sehatnya untuk banyak menimba
ilmu sebelum tiba masa sakit. Serta dia akan mengisi waktu hidupnya
dengan hal-hal yang mengundang keridhoan Allah Subhanahu wa Ta'ala
sebelum ajal tiba.
Begitulah seharusnya cerminan seorang mukmin yang mengharapkan perjumpaan Rabbnya.
Seiring
dengan itu, syetan juga tak pernah menyerah untuk menjerumuskan manusia
ke lembah kebodohan. Sehingga dengan kebodohan seseorang terhadap ilmu
mengakibatkan lemahnya keimanan dan minimnya ketaqwaan kepada Allah
Subhanahu wa Ta'ala.
Sesungguhnya orang yang bodoh tidak
mengetahui hakekat iman dan taqwa. Dan tidak mengetahui pula jalan untuk
menuju keselamatan berdasarkan ilmu dan keyakinan yang mantap.
Tentu
saja hal ini semakin membuka peluang bagi syetan untuk menggiring orang
tersebut kepada kemaksiatan dan kesesatan. Tatkala kebodohan telah
merajalela, maka akan meningkat pula kemaksiatan, kriminalitas, cinta
kepada dunia yang berlebihan dan takut apabila kematian menjemputnya,
dan sebagainya.
Semua Ini merupakan diantara sebab lemahnya kaum
muslimin, sehingga Allah menimpakan kehinaan kepada mereka. Rasa gentar
yang menghunjam pada jiwa-jiwa musuh-musuh Islam hilang seiring dengan
dicabutnya kewibawaan kaum muslimin.
Sehingga musuh-musuh kaum Muslimin tidak segan-segan untuk mengintimidasi dan memberangus persatuan kaum muslimin.
Sementara mayoritas manusia terlena dengan kehidupan dunia yang fana ini dan melupakan akherat yang kekal abadi.
Oleh
karena itu diantara sifat-sifat penuntut ilmu yang diajarkan oleh
rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam adalah ihklas dalam menuntut
ilmu. Sebab dengan keikhlasan ini akan menghantarkan seseorang kepada
tingkatan hamba yang sangat butuh kepada ilmu dan membentenginya dari
riya' (ingin dipuji oleh orang lain) dan sebagainya.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Barangsiapa yang mempelajari
ilmu dari apa-apa yang dia cari dengannya wajah Allah Azza wa Jalla.
Tidaklah dia belajar kecuali untuk memperoleh bagian dari dunia, maka
dia tidak akan mencium wangi syurga pada hari kiamat." (HR Ibnu Majah,
Al Muqadimah 1/252 dan Ahmad, Al Musnad 2/338)
Dalam berhias
dengan keikhlasan ini juga harus dibimbing dengan ilmu dan tidak cukup
dengan modal semangat semata. Sebab berapa banyak orang yang pada
awalnya ikhlas dalam melaksanakan amalan, namun tatkala berada di tengah
perjalanan mengalami penurunan secara drastis.
Ini semua tidak
lepas daripada peran syetan dalam menggoda bani Adam. Syetan berupaya
untuk memberikan rasa was-was di dalam diri manusia sehingga
memperngaruhi keikhlasan. Oleh karena itu peran ilmu sangat besar
terhadap keikhlasan seseorang.
Cukuplah bagi seorang muslim akan
berita Allah Subhanahu wa Ta'ala bahwa ilmu merupakan sebaik-baik
ganjaran dalam berbuat kebaikan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka
itulah orang-orang yang bertakwa. Mereka memperoleh apa yang mereka
kehendaki pada sisi Tuhan mereka.
Demikianlah balasan bagi orang
yang berbuat baik, agar Allah akan menutupi (mengampuni) bagi mereka
perbuatan yang paling buruk yang mereka kerjakan dan membalas mereka
dengan ganjaran yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan." (Az
Zumar 33-35). Dan ini menunjukkan dua ganjaran baik di dunia dan
akherat.
Al Hasan Berkata : "Barangsiapa yang sangat baik
peribadatannya kepada Allah pada masa mudanya, maka Allah Subhanahu wa
Ta'ala akan menganugerahkan hikmah (Ilmu) kepadanya tatkala beranjak
dewasa."
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala : "Dan
tatkala dia (Nabi Yusuf) cukup dewasa kami berikan kepadanya hikmah dan
ilmu. Demikianlah kami memberikan balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik." (Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu 226-227)
Demikian
sifat dan kedudukan ilmu yang sangat mulia sebagai ganjaran yang paling
berharga bagi seorang muslim yang ingin menggapainya.
Oleh karena
itu kebutuhan manusia terhadap ilmu merupakan kebutuhan yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi. Jikalau ingin mendapatkan keberuntungan dunia dan
akherat maka tempuhlah jalan ilmu syari'at. Sehingga dengan demikian
Allah akan mempermudah baginya untuk menuju surga yang diidam-idamkan.
Kita
memohon kepada Allah agar dibukakan pintu hati kita dengan taufik dan
hidayah-Nya. Sehingga kita senantiasa butuh kepada ilmu yang bermanfaat.
Dan mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa mencurahkan
kepada jiwa kita perasaan cukup terhadap nikmat-nikmat yang
diberikan-Nya. Amin Yaa Mujibas Saailin.
Penulis: Ust. Abdul Aziz
Sumber : www.darussalaf.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar